Guru itu pamanku, aku tak mengerti kenapa aku harus masuk ke
sekolah ditempat pamanku bekerja. Ayah yang memaksaku untuk masuk kesekolah
swasta tempat paman bekerja. Katanya agar mudah mengawasi dan mengontrol
pendidikanku.
Menurutku aku tidak termasuk anak nakal atau anak badung, ya
walau terkadang aku lupa mengerjakan tugas rumah yang diberikan. Nilai-nilaiku
pun termasuk kategori lumayan, gak jelek tapi gak juga bagus sih. Yang aku tau
seharusnya aku bisa masuk sekolah negeri dengan nilai seperti ini.
Sejujurnya aku malu jika teman-teman disekolahku mengetahui
guru kewarganegaraan yang sedang mengajar ini adalah pamanku. Kondisi Pak
Herman sudah sangat jauh dari kata sehat, karena Pak Herman menderita diabetes
atau bisa disebut kencing manis sudah 5 tahun ini. Pandangan mata Pak Herman sudah
kabur, bahkan mungkin dapat dikatakan sedikit lagi buta.
Tadi pagi sebelum masuk kelas saja Pak Herman berjalan
dengan meraba-raba dinding sekolah mencari pintu masuk. Murid-murid yang
sekelas denganku memperhatikan dengan wajah sedih sebagian mangacuhkannya
termasuk aku.
Pada saat pelajaran dimulai Pak Herman menjelaskan tentang
nasionalisme bangsa yang sudah terkikis. Dipertengahan jam pelajaran beberapa
teman keluar masuk kelas seenaknya perutnya saja. Aku yang sudah merasa bosan
pun mengikuti beberapa teman untuk keluar menuju kantin.
Setiap Pak Herman masuk kelas aku sering pergi ke kantin, hingga
yang tersisa dikelas kurang dari setengah jumlah siswa kelasku. Meskipun penglihatan
Pak Herman sudah kabur, beliau sebenarnya tetap mengetahui apa saja yang
dilakukan muridnya didalam kelas. Tapi beliau tetap bersabar menerima perlakuan
seperti itu dari murid-murid yang di sayanginnya.
Hingga suatu hari Pak Herman tidak masuk kelas seperti biasa.
Seisi kelas bertanya-tanya kepadaku, kemanakah Pak Herman yang selama ini rajin
masuk. Walaupun aku keponakannya, aku juga tidak mengetahui keberadaan Pak
Herman hari itu. Saat tiba dirumah aku dikejutkan dengan kabar pamanku masuk
rumah sakit. Keadaannya sangat drop hingga paman pingsan dikamar mandi pagi
tadi saat bersiap-siap untuk mengajar.
Malam itu aku beserta ayah dan bunda segera menjenguk paman
dirumah sakit umum daerah. Kulihat tubuh yang kini terbaring lemah itu tetap
menyunggingkan senyuman tulus dari bibirnya yang pucat ketika mengetahui
kehadiran kami. Sungguh pemandangan yang
menyayat hati, apalagi saat ingat semua tingkahku disekolah terhadap paman.
Karena rasa bersalah itulah aku memutuskan untuk minta izin
menemani paman di rumah sakit malam itu. Keesokan harinya beberapa guru dan
perwakilan siswa datang membesuk paman. Betapa bahagianya paman melihat
murid-muridnya dan rekan kerjanya datang menunjukkan kepedulian mereka. Setelah
seminggu dirawat kondisi paman mulai membaik jadi paman sudah diperbolehkan
pulang.
Esoknya paman sudah bersiap untuk berangkat mengajar seperti
biasa. Paman tidak mau disuruh beristirahat dirumah, katanya sudah rindu dengan
murid-murid disekolah. Mulai hari ini aku berjanji tidak akan mengacuhkan paman
lagi disekolah.
Dan seperti biasa Pak Herman memasuki kelas dengan
meraba-raba dinding sekolah. Beda ketika mendekati sekelas dengan segera aku
menuntun langkah Pak Herman hingga sampai di meja guru. Teman-teman yang
selama ini sering di kantin bersamaku melihat dengan terheran-heran. Sebagian melihat
dengan ekspresi mengejek, sebagian lagi dengan ekspresi penuh tanda tanya.
Ketika jam istirahat teman-teman yang tadi bertanya-tanya
sendiri kini langsung menanyaiku ada apa gerangan dengan sikapku tadi. Kini aku
tidak lagi malu menyatakan Pak Herman adalah pamanku, kakak laki-laki pertama
ibuku.
Aku tidak pernah menceritakan secara jelas kepada
teman-teman tentang penderitaan paman. Karena paman gak mau murid-muridnya memandangnnya
dengan iba, paman hanya ingin melihat murid-muridnya sukses dan tersenyum ceria
setiap harinya. Paman dikenal sebagai Pak Herman guru kewarganegaraan kami yang
begitu mencintai pekerjaannya yang mulai tersebut. Sebagai guru Pak Herman tak
pernah dan tak kan mau mengeluhkan kondisinya dihadapan murid-muridnya. Pak
Herman hanya memperlihatkan dirinya sebagai sosok yang kuat.
Hingga suatu hari aku dibangunkan dengan mimpi buruk. Kondisi
paman kembali drop, keadaan paman sudah tidak sadarkan diri. Berhari-hari aku
menemani tante dirumah sakit menjaga paman yang dalam keadaan tidak sadarkan
diri. Hingga suatu malam paman siuman dan Beliau berkata dengan lirih “bu
(memanggil istrinya) aku ingin kembali kesekolah, aku ingin mengajar lagi. Aku cuma
ingin anak-anakku disekolah bisa menjadi generasi terbaik yang dimiliki bangsa
ini. Aku ingin mereka berguna bagi nusa bangsa terutama keluarga.” Setelah menyelesaikan
kalimatnya paman kembali menutup matanya. Ruang kamarnya tiba-tiba menjadi haru
biru oleh isak tangis tante dan keluarga yang kebetulan sedang berada di rumah
sakit.
Pamanku telah pergi untuk selamanya, pamanku guruku
pahlawanku.
Selamat jalan Pak Herman, terimakasih atas cinta kasihmu
selama ini untuk kami murid-muridmu. Ilmu yang engkau berikan pasti akan
berguna bagi kami kini maupun nanti.
sumber foto : http://yudisupriadisangpengabdi.blogspot.com/2011/09/menjadi-guru-adalah-pilihan-yang-berani.html
No comments:
Post a Comment
Ayo Berbagi Indahnya Hidup